Solitude (Izinkan Aku Bercerita)



Siang ini, dengan suasana di luar bersengat sinar matahari, panas sekali, izinkan aku membagi sebuah tulisan tentang seseorang. Anak kecil tepatnya. Seorang anak yang begitu dekat denganku. Ia sangat pandai merajut nyaman dari jarum pribadinya yang terbuka. Tidak ada yang ia sembunyikan kepadaku setiap kali kami bercerita. Anak kecil yang sanggup membuka pintu diriku untuk lebih terbuka, melihat segalanya, mengenal semuanya. Dia yang mengajariku agar selalu berbuat tulus di setiap sesi kehidupan yang kujalani, kepada siapapun itu.

Aku bertemu dengannya dalam sebuah kesempatan yang sudah diatur oleh tuhan, dalam sebuah peran yang sudah ditentukan oleh-Nya dan dalam sebuah kisah di skenario garapan-Nya. Pada tulisan kali ini, aku sedang dalam sebuah keadaan di mana diriku terbaring nyaman menikmati kesendirian di kamarku. Sebut saja Solitude. Dan keadaan itulah alam sadarku dengan senang hati mau berbagi untuk menuliskan segala apa yang aku rasakan serta inginkan. Dan mendaratlah cerita ini.

Tak mudah bagiku untuk berbagi kata dengan siapapun. Aku pandai menyimpan semuanya, bahkan masalah terbesar yang aku alami. Jika hanya aku yang harus mengetahuinya, maka cukuplah diriku, tidak siapapun. Maka dari itu aku bisa dikatakan sangat tertutup. Tak banyak orang yang beruntung bisa dekat denganku serta mendapat gelar sebagai orang yang paling kupercayai, bahkan tidak juga untuk keluargaku. Tapi kepada anak kecil ini, kurasa dia berhasil menjadi salah satunya.

Ia sosok yang menyenangkan. Bercanda, curhat, dan tertawa dengan sangat terbuka adalah bagian yang paling jarang bisa kulakukan terhadap siapapun, namun bersamanya aku mampu melakukan itu, tanpa ragu. Padahal dia hanya seorang anak kecil. Ya, aku memanggilnya anak kecil. Sudah hampir satu tahun kami dekat. Aku berani katakan bahwa dialah satu-satunya yang paling dekat di antara dua ratus teman sebayanya yang setiap hari juga bertemu sapa denganku. Eh, masih ada satu lagi. Tapi dia orang yang berbeda dan sedang tidak menjadi tokoh utama dalam tulisan ini.

Sampai detik ini, aku selalu bersyukur tuhan menghadirkan dia menjadi bagian dalam hidupku. Tuhan mau memperkenalkan dia padaku serta membuat satu tahunku ini menjadi penuh warna.

Aku merasa beruntung menjadi salah satu orang yang tahu sifat tersembunyinya yang tidak ia tunjukkan pada orang lain. Mungkin mereka melihatnya sebagai anak rese, nakal, banyak omong dan bertingkah. Tapi ada sisi lain darinya yang selalu meyakinkan diriku untuk percaya kepadanya lebih dari siapapun.

Meski dia memang iseng, tapi aku tahu dia akan kembali dan tidak tega membiarkanku sendiri begitu saja (sambil membawa pergi sepedaku dan teriak, "haha... Aku tinggalin!" --') disaat aku tengah repot dengan barang penuh di kedua tanganku. Dan dia datang lagi, membantuku membawakan semua barang itu.

Meski dia tak pernah serius, menyebalkan dan rese sedunia, gayanya begajulan dan bikin rusuh, tapi aku tahu dia seorang yang tulus. Hanya dia yang berinisiatif menyingkirkan nangka besar ke pinggir jalan agar tidak mengganggu pengguna jalan lain, di saat kawan-kawannya justru hanya tertawa bahkan ada yang sengaja menendang hingga lebih ke tengah jalan.

Meski dia suka merengek, omongannya asal ceplos, dan emosinya masih anak labil, tapi aku tahu, dia adalah sosok anak laki-laki paling pengertian yang pernah aku kenal.

Apa lagi yang dapat kubuka di sini tentangnya? Bahkan kata-kata pun tidak bisa menggambarkan bagaimana dirinya di mataku. Ah, dia kesayangan! Meski dia selalu membuatku jengkel, kesal dan pernah juga marah, tapi tetap tidak bisa lama-lama bersikap acuh tak acuh padanya. Aku sangat care dengan anak itu. Aapapun yang terjadi padanya, dengan seluruh kemampuanku, aku berusaha ada untuknya dan terus merangkulnya.

Kenapa aku sampai hati melakukan hal itu? Karena, aku tahu dia anak yang sangat baik. Aku bisa melihat itu dari sorot matanya. Kata orang, mata itu terhubung dalam hati kita. Jika kau ingin tahu seperti apa seseorang, maka tataplah matanya, di sana kau bisa dapati samudera hatinya yang luas tak terukur. Meskipun orang-orang menilainya sebagai "anak nakal", atau sebutan apapun itu, tapi aku akan tetap percaya bahwa dia sosok yang baik!

Hei, seperti apa sih anak itu? Haha... Maaf, di bagian ini, aku tidak akan membagi tahu.

Sepertinya cukup dariku. Jangan kepanjangan, nanti kalian jadi sayang :D

Namun doaku untuknya, semoga dia tumbuh menjadi seorang yang berjiwa besar, berhati lapang dan berani. Tak terasa, sebentar lagi tugasku selesai dan harus melepasnya untuk memasuki babak baru hidupnya. Jika mengingat hal itu, jujur, aku sedih. Pasti akan jarang bertemu. Tidak akan ada lagi dia yang rela menungguku di selasar tengah hanya untuk meminjam ponsel dan menghabiskan kuota internetku (itu nyebelin, sih, tapi tetep aja sayang :)), tidak ada gurau receh bersamanya, ngambek-ngambekan, dia yang suka iseng dan jahil kepadaku, aku yang juga suka mengejek dia, semuanya.

Ah, sudahlah! Berhenti, nanti baper ;(

Cukup sekian dariku. Sampai bertemu di tulisan berikutnya.


Di kamar, 14 April 2018 - 13.50 WIB
Salam,


B e l l e

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solitude (Catatan Hati Si Introvert)

Beri Judul Pada Sajak (Receh) Ini

Tentang Musim Gugur Yang Telah Lama Dinanti